CERITA NABI DAN
RASUL
ISA As
Dalam kondisi
masih bayi, Isa telah mampu membela kehormatan sang Ibu, Maryam. “Aku adalah
hamba Allah, Dia memberiku Al-kitab dan menjadikan diriku seorang Nabi,” jawab
Isa membela ibunya. Padahal saat itu, ia masih bayi dan masih dalam gendongan
sang ibu.
Nabi Isa AS lahir ke dunia
dari rahim Maryam, seorang wanita
suci yang dipelihara Tuhan sejak lahir, dewasa hingga wafat. Sedangkan Maryam
adalah anak tunggal pasangan Imran dan Hannah yang lahir yatim karena
Imran meninggal ketika Hannah hamil beberapa bulan. Sesuai nazarnya kepada
Tuhan, Hannah menyerahkan Maryam kepada Nabi Zakaria untuk mengurus rumah Tuhan
atau Baitul Aqsa (QS Ali Imran: 35-36).
Sejak saat itu Maryan diasuh oleh Nabi Zakaria, yang
masih ada hubungan famili, menghuni mihrab masjid tersebut dan melakukan
kewajiban sebagau perawat masjid. Sebuah pekerjaan yang selama itu hanya
dilakukan oleh anak lelaki. Selama itu kebutuhan hidup Maryam dipenuhi oleh
Zakaria, yang sudah tua renta. Pada suatu hari Zakaria heran melihat
buah-buahan di mihrab Maryam, padahal pada saat itu belum musim buah-buahan.
“Wahai Maryam, darimana kamu memperoleh buah-buahan
ini?” tanya Zakaria dengan nada keheranan.
“Dari Allah,” jawab Maryam. “Sesungguhnya dia
memberikan rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dengan tiada terkira.”
Hal ini menyadarkan Zakaria bahwa kemenakannya itu
bukan perempuan sembarangan. Ia wanita suci pilihan Allah. Sejak Imran dan
Hannah di persatukan dalam pernikahan, pasangan ini telah dipilih Tuhan untuk
melahirkan keturunan orang mulia. Anak yang didambakan itu pun lahir setelah
pasangan tersebut beranjak tua, itupun setelah mereka mengajukan permohonan
yang tiada henti kepada Allah, siang malam Hannah bersujud kepada Tuhan dengan
khusyuk agar di karuniai anak laki-laki disertai nazar bahwa anaknya kelak akan
diserahkan untuk menjaga rumah suci Baitulmaqdis (Aqsa).
Doa itu akhirnya dikabulkan Allah, tetapi ketika usia
kehamilan Hannah telah beberapa bulan, Imran meninggal dunia, dalam usia yang
sangat tua, Hannah melahirkan seorang anak perempuan, diberi nama Maryam,
yang bermakna “Pengabdi Tuhan.” Sesuai dengan Nazar, anak itu diserahkan
kepada Baitulmaqdis sebelum akhirnya diasuh oleh Nabi Zakaria. Kehadiran si
kecil Maryam seakan-akan mengobati kerinduan Nabi Zakaria terhadap anak,
setelah anaknya, Nabi Yahya, dewasa dan tinggal terpisah.
Malaikat Jibril
Pada suatu hari ketika Maryam sudah dewasa, ia
ketakutan. Ketika sedang tekun bertasbih di dalam mihrab, seorang lelaki
tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Masalahnya, seumur-umur ia belum
pernah berkenalan dengan lelaki, kecuali dengan Nabi Zakaria. Padahal ketika
itu Nabi Zakaria sudah tiada. Lelaki tersebut ternyata Malaikat Jibril. (QS 16:
17).
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah akan memberimu seorang
anak lelaki, namanya Isa Almasih,” kata Jibril. “Dia seorang putra yang
suci.” (QS 16: 19).
“Bagaimana bisa saya punya anak,” bertanya Maryam
kepada Jibril. “Tiada lelaki yang menyentuh diriku dan aku bukan pelacur.” (QS
16: 20).
“Tuhanmu telah berfirman,” kata Jibril. “Itu gampang
saja bagi-Ku, kami hendak menjadikannya sebagai tanda bagi manusia dan suatu
rahmat dari kami, dan itu adalah keputusan yang sudah ditetapkan.” (QS 16: 21).
Seiring gaibnya Jibril, Maryam menjadi menggigil
ketakutan, ia tidak dapat membayangkan reaksi orang-orang di sekitarnya kelak
jika mengetahui ia hamil tanpa suami. Atas kehendak Allah, beberapa lama
kemudian Maryam hamil. Untuk menghindari gunjingan dari pengunjung rumah suci,
ia pun meninggalkan Baitulmaqdis di Jerussalem, dan menyingkir ke tempat yang
jauh di timur (QS 16: 22). Ada yang menafsirkan Maryam pergi ke desanya,
Annashirah.
Tidak mudah bagi Maryam untuk menjelaskan kehamilannya
kepada orang lain, karena mereka pasti berpraduga bahwa dirinya telah melakukan
perbuatan zina. Semua derita itu ditanggung sendiri. Seperti ibunya dulu.
Maryam kemudian lebih banyak bermunajat ke hadirat Allah SWT, mohon
perlindungan, kesabaran, dan agar diberi kekuatan lahir batin.
Ketika saat melahirkan hampir tiba, Maryam
meninggalkan desanya dan berjalan sepembawa langkah. Senja yang menjamah bumi
tidak membuatnya kecut, bahkan manambah panjang langkahnya hingga malam
menjelang. Begitu dirasa perutnya mulas, ia bersandar pada sebatang pohon
kurma, dengan nada kesakitan, ia meratap. “Sekiranya aku mati sebelum ini,
sekiranya aku dilupakan dan tidak diperhatikan.” (QS 16: 23).
“Jangan bersedih hati, Tuhanmu telah menjadikan
seorang yang mulia di bawahmu,” kata sebuah suara yang berasal dari arah bawah
(QS 16: 24). Dengan kehendak Allah, bayi Isa pun lahir dengan selamat. Di bawah
temaramnya sinar bintang, Maryam kemudian memeluk bayinya dengan perasaan
gembira. Tempat kelahiran Isa itu dalam bahasa setempat adalah Betlehem.
Lelah setelah berjalan jauh dan sakit akibat
melahirkan membuat Maryam semakin menderita. Apalagi malam semakin larut dan
sepi dari komunitas manusia. “Bagaimana bisa mendapatkan makanan,” pikirnya.
Tiba-tiba suara halus berbisik di telinganya, ”Jangan takut, sesungguhnya
tuhanmu telah menjadikan sebuah anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah batang
kurma itu ke arahmu, akan gugur buah kurma segar dan matang. Makan dan minumlah
dan senangkanlah hatimu.” (QS 16: 25-26)
Selanjutnya Tuhan berfirman. “Jika kamu lihat manusia,
katakanlah bahwa kamu bernazar akan berpuasa kepada Allah, karena itu, hari ini
kamu tidak akan berbicara kepada siapapun.” (QS 16: 26).
Bayi Ajaib
Selanjutnya dengan air dan buah-buahan pemberian dari
Tuhan itu, Maryam memperoleh kembali kesehatan dan kekuatan jasmani dan
rohaninya. Ia bahkan merasakan badannya sama seperti ketika masih perawan.
Dengan kondisi badan yang kembali fit, ia juga merasakan batinnya siap.
Sehingga ia memutuskan kembali pulang ke desanya. Itu berarti ia juga siap
menerima cibiran masyarakat karena selama itu ia memang telah dikucilkan.
Benar juga, ketika Maryam sudah sampai kembali
kerumahnya orang-orang berduyun-duyung mendatanginya, seolah-olah mendapat
tontonan gratis. Tontonan itu berupa Maryam dan bayinya, Almasih, nama
yang diberikan Tuhan. Diantara mereka ada yang kasihan, ada yang marah, dan ada
yang heran.
‘Wahai Maryam, kamu ini sungguh telah melakukan
perbuatan yang keji, punya anak tanpa suami, padahal keluargamu terhormat dan
saleh. Darimana kamu mendapat sifat buruk ini? Kata mereka dengan nada berang
(QS 16: 27-28). Mereka lupa bahwa Adam dihadirkan ke dunia justru sudah jadi
orang, karena kelahirannya adalah di surga, dan tanpa proses adanya figur
bapak-ibu, melainkan dari segumpal tanah yang ditiup dengan roh.
Tentu saja Maryam tidak bisa menjawab dengan itu,
karena IQ mereka rendah sehingga tidak gampang bisa menerima penjelasannya.
Makanya ia lebih banyak diam sambil menunjuk kepada bayinya. Maksudnya agar
mereka menanyakan langsung kepada Isa tentang hal-hal yang ingin di ketahui
sehubungan dengan kelahirannya kedunia. Tak urung hal itu dianggap sebagai
ejekan. “itu sungguh-sungguh gila,” kata mereka. “Bagaimana mungkin bayi bisa
bicara?” (QS 16: 29).
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Begitu
mendengar hujatan yang bertubi-tubi di arahkan kepada ibunya, bayi Isa yang ada
dalam gendongan ibunya itu bergerak pelan menampakkan dirinya kepada
orang-orang itu. Mereka terkejut karena bayi itu sangat elok dan
memancarkan cahaya yang memikat.
“Aku memang hamba Allah,” kata bayi Isa. “Ia memberiku
Alkitab, dan menjadikan diriku sebagai seorang Nabi.” (QS 16: 30). “Ia
menjadikan diriku diberkati dimanapun aku berada. Ia memerintahkan aku salat
dan berzakat selama aku hidup.” (QS 16: 31) “Ia jadikan aku berbakti kepada
bundaku dan tiada ia jadikan aku sombong atau durhaka.” (QS 16: 32).
“Selamatlah aku pada saat aku dilahirkan, pada hari aku akan mati, dan pada
hari aku dibangkitkan menjadi hidup (kembali).” (QS 16: 33).
Bukan main terkejutnya para kaum kerabat dan semua
yang menyaksikan bayi itu. Bayi itu telah menjelaskan sendiri jati dirinya
dengan gamblang. Ia bukan bayi sembarangan. Dengan demikian ibunya pasti wanita
pilihan tuhan.
Kabar tentang bayi Maryam yang dapat bicara segera
menyebar kemana-mana dengan cepatnya. Prasangka buruk kepada Maryam kemdian
berubah menjadi hormat. Ada yang langsung percaya bahwa bayi Nabi itulah yang
mereka tunggu, meski ada yang tetap menolak kenabian Isa karena menganggap anak
haram, dan sebagainya.
Bersambung
Nabi Isa diutus oleh Allah SWT untuk
membenahi kaum Bani Israel yang hidupnya sangat kufur. Semua ajaran Nabi Musa
AS yang hidup sekian abad sebelumnya dikoyak-koyak dan diputarbalikkan
sedemikian rupa, sehingga yang halal menjadi haram, dan yang haram menjadi
halal. Kitab suci Taurat yang seharusnya menjadi panutan malah mereka buang
jauh-jauh, sehingga perilaku mereka benar-benar keterlaluan. dan oleh karena
itu harus dibenahi.
Tapi, ternyata tugas kenabian tidaklah mudah. Nabi Isa AS – yang memang
lahir tanpa ayah biologis, sebagai bukti kebesaran dan kekuasaan Allah SWT –
dijadikan bahan ejekan oleh Bani Israel sebagai “anak haram”. Mereka
tidak mengakuinya sebagai Nabi. Mana mungkin seorang “Anak Haram” bisa
menjadi utusan Tuhan,” kata mereka. Dari sini saja sudah tampak betapa
Bani Israel, yang tiada lain adalah kaum Yahudi, memang tidak mengakui
kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Mereka lupa, Nabi Adam AS justru dilahirkan
tanpa proses “Cinta” antara suami-istri. Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS
dari segumpal tanah dengan meniupkan roh.Sejak masih bayi, Nabi Isa AS telah menunjukkan mukjizat Allah SWT. Begitu lahir ia sudah membela ibunya Maryam, yang ketika itu selalu disudutkan oleh Bani Israel – dengan mencurigainya telah berselingkuh dengan seorang lelaki. Maka kata Nabi Isa . “Aku memang hamba Allah, ia memberiku sebuah Alkitab dan menjadikan aku seorang Nabi. Ia menjadikan aku diberkati dimanapun aku berada.”
Ia juga menjelaskan tugas kenabiannya. “Aku diperintahkan menjalankan shalat, menunaikan zakat selama hidup, dan berbakti kepada ibuku. Dia tidak menjadikan aku sebagai orang yang sombong atau durhaka. Selamatlah diriku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku akan mati, dan pada hari aku dibangkitkan kembali” (QS 16: 30-33).
Ketika menginjak usia remaja, Nabi Isa AS dibawa oleh Maryam ke Baitulmaqdis, rumah suci yang telah membesarkan sang ibu di bawah asuhan Nabi Zakaria AS. Seperti halnya ibundanya, Nabi Isa AS menapaki hari-harinya di Baitulmaqdis dengan menimba ilmu dari para guru agama yang silih berganti mendatangi Baitulmaqdis.
Bukan secara kebetulan jika Nabi Isa hidup ketika Bani Israel tengah berada dalam kehidupan yang penuh maksiat dan dosa. Pada masa itu, para pemimpin agama yang seharusnya memimpin dan melindungi malah memeras umat dengan cara minta sedekah yang jumlahnya cukup besar. Menurut mereka, semakin besar orang memberi sedekah, semakin dia dicintai Tuhan. Tak menherankan jika umat jadi amburadul karena tiadanya pembimbing rohani.
Fitnah Keji
Suatu hari, ketika mencapai usia 30 tahun, bersama sang ibu, Nabi Isa AS pergi ke Bukit Zaitun – sebuah bukit yang menjadi saksi beberapa peristiwa kenabian. Di sanalah, melalui peristiwa yang amat menggetarkan, Nabi Isa AS menerima wahyu dari Allah SWT berupa kitab suci Injil, sebagai pertanda bahwa ia telah diangkat sebagai Nabi. “Ibu, hamba telah di utus oleh Allah ke Bani Israel. Untuk menjalankan tugas ini hamba harus melalui jalan yang penuh perjuangan, penderitaan, dan kesewenang-wenangan. Oleh karena itu harap maklum jika hamba tidak selalu dapat mendampingi dan melayani ibu,” katanya.“Sejak engkau masih dalam kandungan, ibu sudah mengetahui tugas yang akan engkau laksanakan,” jawab sang ibu. “Maka agungkanlah nama Tuhanmu.”
Firasat Nabi Isa AS bahwa perjuangannya akan penuh penderitaan, ternyata benar, meski sudah menunjukkan, bahkan membuktikan, ia adalah seorang Nabi, Bani Israel tetap saja tidak mau percaya. Mereka bahkan menolak dan melancarkan fitnah keji, dengan menuding bahwa bahwa Isa adalah Nabi palsu. Mereka berusaha menjatuhkan waibawa dengan meminta agar Nabi Isa menunjukkan mukjizat di depan umum. Buat Nabi Isa hal itu tentu bukan masalah berat. Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, terciptalah seekor burung Merpati yang terbuat dari segumpal tanah.
Pada kesempatan lain, Nabi Isa menunjukkan mukjizat dengan menyembuhkan penderita Kusta, orang yang buta sejak lahir, bahkan menghidupkan orang yang baru saja meninggal. Akibatnya banyak orang berduyun-duyun minta kesembuhan. Namum hal itu tidak membuat mereka percaya kepada Nabi Isa, bahkan semakin memusuhi.
Mereka inilah yang kemudian berusaha menyingkirkan Nabi Isa, kalau perlu dengan cara membunuhnya. Mereka terdiri dari pendeta, pemuka masyarakat, dan orang-orang yang sepaham dengan mereka, karena dengan kehadiran Nabi Isa rezeki mereka (yang berupa sedekah dan upeti) akan semakin berkurang.
Bukan hanya itu, ajaran yang disampaikan oleh Nabi Isa, mereka rasakan sebagai kritik dan hujatan terhadap perilaku mereka yang selama ini menyimpang dari ajaran Nabi Musa AS. Apalagi ajaran Nabi Isa yang bersumber dari kitab Injil, juga merupakan koreksi terhadap ajaran yang sebelumnya di bawa oleh Nabi Musa AS yang selama ini telah diputar balikkan.
Meminjam Tangan
Rupanya mata hati mereka telah buta terhadap kebenaran. Sehingga setiap ajakan terhadap jalan kebenaran selalu di musuhi dan dilawan. Memang tidak semua orang Yahudi menolak kenabian Isa AS, ada sejumlah kecil yang beriman kepada Nabi Isa AS, yang disebut kaum Hawariyun, yang jumlahnya hanya 11 orang. Bersama mereka inilah Nabi Isa AS berdakwah, berkeliling keseluruh pelosok negeri Palestina, dari kampung ke kampung, tanpa menghiraukan bahaya yang mengancam.Untuk melancarkan niat busuknya menghabisi Nabi Isa, orang-orang Yahudi meminjam tangan penguasa Romawi yang ketika itu menjajah negeri mereka. Mereka melaporkan, Nabi Isa sengaja mengumpulkan pengikut sebanyak mungkin untuk memberontak, mengusir tentara Romawi dari Palestina, dan berikutnya merebut kekuasaan.
Menyadari terjadinya kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan, Nabi Isa lebih memikirkan keselamatan Kaum Hawariyun daripada dirinya sendiri. Maka untuk menghindari penagkapan dan penyiksaan tentara Romawi, Nabi Isa membawa mereka menjauhi pusat-pusat kekuasaan. Akibatnya mereka harus rela hidup terpencil di sudut-sudut negeri, tapi tetap berdakwah. Tibalah mereka disebuah padang tandus tidak berpenghuni, terjebak oleh alam, tidak ada sumber makanan dan minuman.
Setelah berhari-hari berada di sana dan kehabisan bahan makanan, mereka pun kelaparan, tapi tidak bisa mencari jalan keluar. Akhirnya mereka menghadap Nabi Isa AS. “Kalau berlama-lama tinggal disini, darimana kita akan mendapat makanan dan minuman, padahal persediaan bahan makanan kita sudah habis, tenaga telah terkuras, sehingga untuk melangkah pun sulit. Apakah tuhan tidak kuasa menurunkan makanan dari langit? Kata salah seorang diantara mereka.
Menyadari keadaan itu Nabi Isa AS tertawa, “Bertakwalah kamu kepada Allah SWT, jika kamu betul-betul orang beriman.” Tapi masalahnya bukan takwa dan iman, melainkan mereka telah terdesak oleh kelaparan. “Jika mukjizat hidangan dari langit itu nyata, kami akan lebih beriman dan bertakwa,” kata mereka serempak.” Maka Nabi Isa pun bermunajat kepada Allah SWT, sambil menengadahkan kedua belah tangannya ke langit. “Ya Allah berilah kami rezeki, karena engkaulah sang Maha Pemberi Rezeki.”
Allah Maha Mendengar, doa Nabi Isa itu dikabulkan. Allah Berfirman, “Sesungguhnya aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, tapi barang siapa diantara kamu kafir sesudah hidangan itu aku turunkan, aku akan menyiksa dengan siksaan yang belum pernah aku turunkan kepada siapapun di antara umat manusia.” Benar Allah menurunkan hidangan dari langit, hidangan itu begitu mewah, lezat dan berlimpah, dengan aroma yang mengundang selera. Lezatnya tak tertandingi oleh makanan apapun yang ada di bumi. Mereka pun makan sepuas-puasnya, sambil bersyukur atas hidangan tersebut, keimanan mereka juga semakin bertambah.
Bersambung
Hari demi hari telah mereka lewati,
dakwah pun terus berjalan, sehingga umat Nabi Isa semakin bertambah banyak.
Sampai pada suatu hari, tiba-tiba tempat persembunyian Nabi Isa dan para
pengikutnya ketahuan dan dikepung oleh tentara Romawi. Mereka ketakutan dan
melarikan diri menjauhi Nabi Isa, termasuk Kaum Hawariyun yang jumlahnya hanya
11 orang itu. Mereka menyelamatkan diri entah kemana. Nabi Isa pun tinggal
sendirian. Dalam situasi sangat kritis dan berbahaya itulah, Allah SWT
mengangkat Nabi Isa AS ke surga.
Penemuan tempat persembunyian Nabi Isa itu tiada lain akibat ulah Yahuda
alias Yudas Iskariot, yang
adalah juga murid Nabi Isa sendiri. Rupanya ia lebih tergiur oleh iming-iming
hadiah yang ditawarkan oleh Kaisar Romawi, Herodes, daripada
Iman dan takwa. Ia melaporkan keberadaan Nabi Isa dan para muridnya kepada
pendeta dan pemuka Bani Israel, ketika mereka sedang menyusun tuduhan palsu
seolah-olah Nabi Isa akan melancarkan pemberontakan.Tapi, ketika tentara Romawi mengepung tempat persembunyian tersebut, ternyata Nabi Isa sudah tidak ada, karena sudah diangakat oleh Allah SWT ke surga. Maka pasukan Romawi pun mencurigai seorang lelaki yang ada di sekitar tempat persembunyian tersebut, yang wajahnya oleh Allah SWT dibuat mirip dengan Nabi Isa AS. Dia tiada lain adalah Yahuda, sang pengkhianat itu. Tak pelak, Yahuda pun ditangkap dan disalib beramai-ramai oleh tentara Romawi, setelah sebelumnya diarak keliling kota dengan stempel sebagai Nabi Palsu.
Enam tahun kemudian, ibunda Nabi Isa AS. Maryam, wafat. Akan halnya para murid setia Nabi Isa, yaitu kaum Hawariyun, mereka hidup sembunyi-sembunyi, tapi tetap berdakwah. Belakangan mereka berpencar ke seantero negeri di sekitar Palestina. Mereka inilah yang kemudian menuliskan “Injil” sesuai dengan ingatan masing-masing, sehingga kemudian dikenal berbagai versi Injil, seperti Injil Matheus, Injil Yohannes, Injil Lukas, Injil Markus. Sementara Kitab Injil yang diterima oleh Nabi Isa AS dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril di bukit Zaitun, diyakini raib ketika Nabi Isa “Diangkat” oleh Allah SWT ke Surga.
Menurut pandangan dan ajaran Islam, Nabi Isa AS tidak disalib, melainkan diangkat oleh Allah SWT ke Surga. Sementara yang disalib sebenarnya adalah sang pengkhianat, Yahuda alias Yudas Iskariot. Masa kenabian Isa AS sangat singkat, hanya lima tahun. Tapi, bahkan Allah sendiri sangat menghormatinya, dengan menjulukinya sebagai Ruhulquddus, yaitu Roh Allah yang kudus, suci.
Bersambung
Sepanjang hidupnya, Ibu Nabi Isa ini selalu berpuasa, shalat dan berzikir.
Ia juga selalu bersabar dan menjaga kehormatan. Wafatnya di iringi arak-arakan
Malaikat.
Ia lahir dari sepasang suami-istri yang saleh di
kalangan Bani Israel. Mereka bernama Hannah binti Faqudz dan Imran
bin Matsan. Bertahun-tahun mereka berumah tangga, tapi belum juga
dikaruniai keturunan. Usia meraka pun makin lanjut. Iradat Allah tampaknya
belum mengizinkan pasangan saleh ini memiliki anak yang dapat menghiasi
kehidupan rumah tangga mereka.
Mereka selalu berdoa, seolah tiada satu detikpun
terlewatkan. Hannah bahkan bernazar akan menyedekahkan anaknya, jika lahir, ke
Baitulmaqdis – sekarang bernama Masjidil Aqsa. Allah SWT rupanya mengabulkan
doa Hannah, ia merasakan ada janin yang bergerak di dalam rahimnya. Wajahnya
pun mulai berseri dan senyumnya mulai mengambang.
Kabar gembira ini ia sampaikan kepada sang suami,
Imran, namun dihari-hari penantian lahirnya si jabang bayi, Imran meninggal
dunia sehingga kebahagiaan Hannah berubah menjadi kesedihan.
Setelah masa Iddah selesai, Hannah kedatangan tamu
istimewa, Nabi Zakaria bin Barkhaya AS bersama Isya, istrinya. Mereka menghibur
dan memberi nasehat kepada Hannah sehingga bisa menerima takdir itu dengan
lapang dada dan ikhlas
Bayi yang ditunggu itu pun lahir, berkelamin perempuan
dan diberi nama Maryam, yang bermakna Ibadah. Kenyataan itu mengkhawatirkan
Hannah bila teringat nazarnya. Namun ia berusaha menepis kekhawatiran itu
dengan bersimpuh kepada Allah agar putrinya mampu bekerja di Baitulmaqdis
dengan tulus dan menjadi anak ahli ibadah.
Dengan berselimut kain, Hannah membawa Bayi Maryam ke
Baitulmaqdis dan menempatkannya di kuil untuk memenuhi nazarnya. Para pendeta
di kuil itu, yang berjumlah tiga puluh orang, saling berebut ingin melihat bayi
anak Imran, pemimpin mereka. Ketika itulah Zakaria mengemukakan kepada para
pendeta, dia lebih berhak mengasuh bayi itu, karena istrinya adalah bibi
Maryam. Ternyata hal itu ditolak oleh pendeta yang lain. Perselisihan pun
memuncak. Pada akhirnya, Zakaria memenangkan hak memelihara Maryam setelah ia
berhasil memenangkan undian. Mereka melemparkan Pena ke Sungai. Barangsiapa
yang penanya terapung, dialah yang berhak memelihara dan mengasuh Maryam.
Zakaria kemudian membawa Maryam ke dalam kamar khusus
di kuil itu, setelah di hias serapi mungkin sebagai tempat beribadah.
Maryam tumbuh dewasa dalam asuhan Zakaria. Ia
melaksanakan tugasnya sebagaimana yang dicita-citakan orang tuanya sepanjang
hidupnya. Sampai pada suatu hari, ia dikejutkan oleh panggilan suara seorang
lelaki.
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu,
menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa
dengan kamu), taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama
orang-orang yang ruku’.” (Ali Imran: 42-43).
Sejak itu ia merasa kekuatan dan masa mudanya
meninggalkan dirinya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih
banyak. Maryam mengetahui, ia akan memikul tanggung jawab besar.
Suatu hari, Zakaria menemukan sesuatu yang asing dan
aneh pada diri maryam. Setiap kali Zakaria mengunjungi Maryam dan memasuki
Mihrab, ia mendapati disana, telah terhidang makanan yang berlimpah. Padahal,
ia merasa yakin tidak ada orang lain yang masuk. Dengan penuh keheranan,
Zakaria bertanya. “Hai Maryam, darimana kamu peroleh rezeki ini?”
“Makanan itu dari sisi Allah,” jawab Maryam.
“Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa
perhitungan.”
Dari kejadian itu, Zakaria merasa Allah telah
mengkhususkan Maryam dengan kedudukan yang mulia yang tidak dimiliki orang
lain.
Suatu saat, Jibril dengan menjelma sebagai manusia
mendatangi Maryam di mihrabnya. Dalam kekagetannya, Maryam bertanya, “Apakah
engkau menusia yang mengenal Allah SWT dan bertakwa kepada-Nya?. Sambil
tersenyum orang itu menjawab, “Sesungguhnya aku ini utusan Tuhanmu, untuk
memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS Maryam: 19).
Maryam tetap curiga, kehadiran laki-laki itu,
bagaimana pun sangat mencurigakan, apalagi ia hendak memberi anak, sementara
Maryan tidak pernah disentuh seorang lelaki pun.
“Bagamana akan ada bagiku seorang anak lelaki,
sementara tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula
seorang pezina.” (QS Maryam: 20).
“Demikianlah Tuhanmu berfirman,” jawab Jibril. “Hal
itu adalah mudah bagiku dan agar dapat kami menjadikannya sebagai suatu tanda
bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami, dan hal itu adalah suatu perkara
yang sudah diputuskan.” (QS Maryam: 21).
Sepeninggal Malaikat Jibril, Maryam duduk kebingungan,
rasa takut menguasai dirinya, ketika ia membayangkan komentar masyarakat
terhadap dirinya. “Bagaimana mungkin seorang gadis perawan bisa hamil dan
melahirkan seorang anak tanpa suami?”
Waktu terus berlalu, dan perutnya pun kian membuncit.
Maryam berusaha membebaskan diri dari segala beban dan tekanan jiwa. Ia
menyendiri dan bersedih hati. Pikirannya kacau, ia juga tidak mau mendengarkan
nasehat orang lain kecuali beribadah dan menghadapkan diri kepada Allah SWT.
Pada suatu hari, Maryam pergi ke suatu tempat yang
jauh. Ia merasa sesuatu akan terjadi hari itu. Kakinya membimbingnya menuju
tempat yang dipenuhi pohon kurma. Tempat itu tidak biasa dikunjungi siapapun
saking jauhnya.
Di bawah pohon kurma yang tinggi besar, Maryam
merasakan sakit pada perutnya. “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini,
dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (QS Maryam: 23).
Rasa sakit melahirkan anak menimbulkan penderitaan
lain yang siap menantinya. Bagaimana manusia akan menyambut anak ini? Apa yang
akan mereka katakan tentangnya?. Bukankah mereka mengetahui, ia adalah wanita
yang masih perawan. Apakah manusia akan membenarkan Maryam yang melahirkan anak
itu tanpa ada seorang pun yang menyentuhnya?
Ketika keraguan menyelimutinya, tiba-tiba anak yang
baru lahir itu berkata, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu
telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu
ke arahmu, niscaya pohon itu menggugurkan buah kurma yang masak untukmu, makan,
minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia,
katakanlah, sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha
Pemurah, aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.” (QS
Maryam: 24-26).
Maryam mengulurkan tangannya ke pohon kurma, sementara
kedua matanya tidak lepas menatap anaknya, Isa. Senyum kecil menghiasi wajah
Maryam, dan hilanglah kesusahan dan lenyap pula mendung kesedihan di wajah dan
seluruh jiwanya. Lalu Maryam menggoyangkan pohon kurma itu sehingga buah kurma
berjatuhan. Maryam makan dan minum. Kemudian memangku anaknya dengan kasih
sayang.
Namun kemudian Maryam merasakan keguncangan yang
hebat. Silih berganti ketenangan dan keresahan menghampirinya. Segala
pikirannya tertuju pada satu hal, yaitu Isa. Namun pertanyaan-pertanyaan itu
tetap menghantui dirinya.
Ketika tiba saatnya, Maryam kembali ke Baitulmaqdis,
waktu menujukkan Ashar. Pasar besar yang terletak di jalan yang dilalui Maryam
menuju masjid di penuhi banyak orang. Kehadiran Maryam yang membopong seorang
bayi mungil segera menarik perhatian orang-orang yang lalu lalang di pasar itu.
Mereka bertanya kepada Maryam dengan nada sumbang sembari mencibir. “Hai
Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (QS
Maryam: 27).
Mereka telah menuduh Maryam telah melakukan pelacuran.
Di mata mereka, Maryam telah berbuat nista dan hina. Dengan ketabahan yang
tinggi, Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Sementara tangannya
menunjuk ke arah Isa. Mereka memahami, Maryam berpuasa dari pembicaraan dan
meminta kepada mereka agar bertanya langsung kepada anak itu. “Bagaimana kami
akan bicara dengan bayi yang masih dalam ayunan?” (QS Maryam: 29).
Belum selesai mereka mengolok-olok, Isa berkata,
“Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia
menjadikan aku seorang Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati
dimana saja aku berada. Dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan)
salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. Dan berbakti kepada Ibuku
dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan
kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari
aku meninggal, dan pada hari aku di bangkitkan hidup kembali.” (QS Maryam:
30-33).
Kisah anak Maryam menjadi bahan pembicaraan Kota
Betlehem, khususnya perkampungan Nazareth. Mereka mengganti keraguan
dan buruk sangka dengan penyucian dan kecintaan terhadap anak yang diberkati
dan pebuh mukjizat ini.
Sebaliknya, para pendeta Yahudi merasa akan terjadi
suatu tragedi kepribadian yang akan datang kepada mereka dengan kelahiran anak
Maryam. Kedatangan Almasih berarti mengembalikan manusia kepada penyembahan
semata-mata kepada Allah. Ini berarti menghapus agama Yahudi yang mereka
yakini.
Isa tumbuh dalam pemeliharaan Ibunya sebagaimana
anak-anak kecil lainnya. Hanya saja Isa, banyak diberi mukjizat oleh Allah. Sejak
kecil ia bisa memberi tahu sesama temannya tentang apa yang hendak mereka
makan, ia juga mampu mengungkapkan apa yang disimpan orang-orang di rumahnya.
Ia juga tampak cerdas. Kelak, setelah berusia 30 tahun, turunlah Ruhul Amin
(Jibril) menyampaikan Risalah Tuhan kepada Isa. Ia menerima Al-Kitab
dari Allah, sebagai kitab yang membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Taurat dan
apa yang dipelajarinya dari kitab tersebut.
Setelah Isa di angkat ke suatu tempat yang mulia, di
Surga, Maryam merasa nyaman dan damai. Pasalnya, sebelumnya Maryam
terus-menerus menangis karena mengira bahwa yang disalib itu adalah Isa.
Sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah. “Padahal mereka tidak membunuhnya
dan tidak menyalibnya, tetapi yang mereka bunuh dan salib itu adalah orang yang
serupa dengan Isa.” (QS An-Nisa: 157).
Maryam didatangi dua orang muridnya yang setia,
Syam’un Ash-Shafa dan Yahya. Mereka menyampaikan pesan Isa sebelum diangkat,
agar menjadi pelayan Maryam dan menyampaikan risalah dakwahnya. “Semoga Allah
memberkati tugasmu dan menetapi jalan kebaikan dan mahabah,” jawab Maryam.
Semenjak itu, Maryam menjadi penolong setiap orang
yang membutuhkan, di dampingi Syam’un dan Yahya, sambil memperbaharui dakwahnya
kepada menusia. Ia wafat enam tahun sejak pengangkatan Isa. Ia dilindungi
dengan kejernihan cinta dan wangi kebaikan. Allah melestarikan penuturan
tentangnya seperti termaktub dalam surah At-Tahrim ayat 12: “Dan ingatlah,
Maryam Putri Imran yang memelihara kehormatannya. Kami tiupkan ke dalam
rahimnya sebagian dari Roh ciptaan kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat
Tuhannya dan kitab-kitab-Nya, dan dia termasuk orang-orang yang taat,”
Mukjizat Nabi
Isa
Setiap Nabi dan Rasul pasti mempunyai kelebihan atau
mendapat banyak karunia dari Allah dengan bermacam cara.
Demikian juga dengan Nabi Isa AS ia mempunyai mukjizat
yang melekat pada dirinya sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Antara lain
mukjizat berupa:
- Membuat Burung dari Tanah
- Dapat menyembuhkan orang buta
- Dapat menyembuhkan Penyakit Kusta
- Dapat Menghidupkan orang mati, dengan izin Allah
- Menurunkan makanan dari Langit dan sebagainya
Bersambung
Terima kasih telah membaca artikel tentang Kisah Nabi ISA As di blog Islamic Information jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.