Menyusuri Jejak Islam di Andalusia
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian.”
Kalimat tersebut diucapkan setelah kapal
yang digunakan menyeberangi selat, sehingga satu-satunya pilihan bagi
7000 pasukan Islam saat itu hanyalah menghadapi 100.000 pasukan Visigoth
guna menaklukkan negeri Andalusia, atau syahid disana. Pidato terkenal
ini dikobarkan oleh seorang panglima perang yang tercatat dengan tinta
emas dalam sejarah penyebaran Islam: Thariq bin Ziyad.
Thariq bin Ziyad
Nama lengkapnya adalah Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau. Beliau merupakan putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri. Beliau adalah salah seorang Panglima Perang Islam pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik atau al-Walid I (705-715 M) dari bani Umayah.
Nama lengkapnya adalah Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Walgho bin Walfajun bin Niber Ghasin bin Walhas bin Yathufat bin Nafzau. Beliau merupakan putra suku Ash-Shadaf, suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri. Beliau adalah salah seorang Panglima Perang Islam pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik atau al-Walid I (705-715 M) dari bani Umayah.
Pada bulan Rajab 97 H atau Juli 711 M,
beliau mendapat perintah dari Gubernur Afrika Utara, Musa bin Nusair
untuk mengadakan penyerangan ke semenanjung Andalusia (Semenanjung
Iberia yang sekarang meliputi negara Spanyol dan Portugis). Bersama
7.000 pasukan yang dipimpinnya, Thariq bin Ziyad menyeberangi selat
Gibraltar (berasal dari kata “Jabal Thariq” yang berarti “Gunung
Thariq”) menuju Andalusia.
Setelah armada tempur lautnya mendarat di pantai karang, beliau berdiri di atas bukit karang dan berpidato.
Beliau memerintahkan anak buahnya untuk membakar kapal-kapal yang membawa seluruh awak pasukannya. Kecuali kapal-kapal kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada khalifah
[citation needed, lihat footnote]. Beliau mengatakan, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua binasa (syahid).”
Beliau memerintahkan anak buahnya untuk membakar kapal-kapal yang membawa seluruh awak pasukannya. Kecuali kapal-kapal kecil yang diminta pulang untuk meminta bantuan kepada khalifah
[citation needed, lihat footnote]. Beliau mengatakan, “Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya dua pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini serta mengembangkan Islam, atau kita semua binasa (syahid).”
Karuan saja pidato ini membakar semangat
jihad pasukannya. Mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur
pasukan kerajaan Visigoth, Spanyol, di bawah pimpinan Raja Roderick.
Atas pertolongan Allah swt, 100.000 pasukan Raja Roderick tumbang di
tangan pasukan muslim. Raja Roderick pun menemui ajal di medan
pertempuran ini.
Dimulainya penyebaran Islam di Eropa Barat
Dalam kitab Tarikh al-Andalus, disebutkan bahwa sebelum meraih keberhasilan ini, Thariq telah mendapatkan firasat bahwa ia pernah bermimpi melihat Rasulullah saw bersama keempat khulafa’ al-rasyidin berjalan di atas air hingga menjumpainya, lalu Rasulullah saw. memberi tahukan kabar gembira bahwa ia akan berhasil menaklukkan Andalusia. Kemudian Rasulullah saw. menyuruhnya untuk selalu bersama kaum muslimin dan menepati janji.
Dalam kitab Tarikh al-Andalus, disebutkan bahwa sebelum meraih keberhasilan ini, Thariq telah mendapatkan firasat bahwa ia pernah bermimpi melihat Rasulullah saw bersama keempat khulafa’ al-rasyidin berjalan di atas air hingga menjumpainya, lalu Rasulullah saw. memberi tahukan kabar gembira bahwa ia akan berhasil menaklukkan Andalusia. Kemudian Rasulullah saw. menyuruhnya untuk selalu bersama kaum muslimin dan menepati janji.
Setelah meraih kemenangan ini, Thariq
menulis surat ke Musa, mempersembahkan kemenangan kaum muslimin ini.
Dalam suratnya itu ia menulis:
“Saya telah menjalankan perintah anda. Allah telah memudahkan kami memasuki negeri Andalusia.”
Setahun kemudian, Musa bin Nusair
bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Sejak saat itu, satu
demi satu kota-kota di Andalusia berhasil diduduki tentara Thariq dan
Musa; Toledo, Elvira, Granada, Cordoba dan Malaga. Lalu dilanjutkan
Zaragoza, Aragon, Leon, Asturia, dan Galicia. Dan penyebaran Islam ke
Eropa pun dimulai dari Andalusia.
Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu
di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu
mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2
tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun
kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan
Al-Gharb (Barat).
Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa.
Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus
ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Sebab, waktu itu tidak ada
kekuatan dari mana pun yang bisa menghadap mereka. Namun, niat itu tidak
tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka
berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa
bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.
Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin
Ziyad ditakdirkan Allah swt. tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan
menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar
sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan
Eropa.
Wilayah Al-Andalus (abad 7 hingga 10)
Sejarawan Barat beraliran konservatif, W.
Montgomery Watt dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba
meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam
sebagai yang suka berperang. Menurutnya,
“Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang. Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.”
Peperangan dalam Islam adalah untuk
menghidupkan manusia bukan untuk memusnahkan. Itu sebabnya, ketika kaum
muslimin menang perang dan menguasai wilayah tidak bertujuan
menjajahnya. Berbeda dengan ideologi Kapitalisme yang memang tujuan
mereka berperang adalah untuk menguasai wilayah dan menjajahnya (baca:
menguras seluruh potensi wilayah itu untuk kepentingan bangsanya).
Merah tua: Ekspansi wilayah Islam di zaman Rasulullah, 622-632
Merah muda: Ekspansi wilayah Islam di zaman Khulafaur Rasyidin, 632-661
Oranye: Ekspansi wilayah Islam di zaman Kekhilafahan Bani Umayyah, 661-750
Merah muda: Ekspansi wilayah Islam di zaman Khulafaur Rasyidin, 632-661
Oranye: Ekspansi wilayah Islam di zaman Kekhilafahan Bani Umayyah, 661-750
Sejarah Andalusia
Al-Andalus, was the Arabic name given to those parts of the Iberian Peninsula governed by Muslims, or Moors, at various times in the period between 711 and 1492. (Wikipedia)
I. Periode Kekuasaan Bani Umayyah Damaskus (711-755)
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Pada periode ini Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Wilayah Kekhalifahan Bani Umayyah
Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih
terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam
antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama
akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan
pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang
berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling
berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh
kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat
singkat.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa
musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah
pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.
Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500
tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena
seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh dari
luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan.
Perbedaan pandangan politik juga
menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya
dengan perbedaan etnis, terutama, antara Barbar asal Afrika Utara dan
Arab. Konflik perang saudara diantara berbagai kelompok Muslim di Iberia
itu berakibat hilangnya kendali kekhalifahan di wilayah itu, hingga
Yusuf Al-Fihri memenangkan perseteruan itu dan menjadi pemimpin
independen di wilayah Andalusia.
II. Periode Kerajaan Cordoba (756-1013)
Di tahun 750, kekuasaan khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus digantikan dengan kekuasaan Bani Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Abdurrahman Ad-Dakhil, keturunan Bani Umayyah yang selamat, berhasil menurunkan Yusuf Al-Fihri dan memproklamirkan dirinya sebagai Amir kerajaan Andalusia yang berpusat di Cordoba dan melepaskan diri dari Kekhalifahan Abbasiyah pada tahun 756.
Di tahun 750, kekuasaan khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus digantikan dengan kekuasaan Bani Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Abdurrahman Ad-Dakhil, keturunan Bani Umayyah yang selamat, berhasil menurunkan Yusuf Al-Fihri dan memproklamirkan dirinya sebagai Amir kerajaan Andalusia yang berpusat di Cordoba dan melepaskan diri dari Kekhalifahan Abbasiyah pada tahun 756.
Amir Kerajaan Cordoba berturut-turut:
Abdurrahman I (756-788), Hisyam I (788-796), Al-Hakam I (796-822),
Abdurrahman II (822-852), Muhammad I (852-886), Al-Mundhir (886-888),
Abdullah ibn Muhammad (888-912)
Kemudian semenjak kekuasaan Abdurrahman
III di tahun 929, sebutan penguasa Amir kemudian digantikan dengan titel
Khalifah: Abdurrahman III (912-961), Al-Hakam II (961-976), Hisyam I
(976-1008), Muhammad II (1008-1009), Sulaiman II (1009-1010), Hisyam II
(1010-1012), Sulaiman II (1012-1016), Abdurrahman IV (1017), Abdurrahman
V (1023-1024), Muhammad III (1024-1025), Hisyam III (1026-1031).
Awal dari kehancuran khilafah Bani
Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas
tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat.
Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi Amir sebagai pemegang
kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil
menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan
menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas
keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia
wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang
masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah
wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki
kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang
tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada
tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba
untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan.
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova
menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam
banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
III. Periode Kerajaan-Kerajaan Lokal
Kekhalifahan Cordoba runtuh dengan terjadinya perang saudara antara 1009 hingga 1013, meskipun belum sepenuhnya berakhir hingga 1031. Negeri Andalusia kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza, Valencia, Badajoz, Sevilla, dan Toledo.
Kekhalifahan Cordoba runtuh dengan terjadinya perang saudara antara 1009 hingga 1013, meskipun belum sepenuhnya berakhir hingga 1031. Negeri Andalusia kemudian terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negera kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Kerajaan Malaga, Zaragoza, Valencia, Badajoz, Sevilla, dan Toledo.
Perpecahan Negeri2 Andalusia di tahun
1031 (wilayah berwarna putih, merah, kuning, dan biru di bagian utara
termasuk kerajaan Kristen)
Para raja-raja kecil itu digelar Mulukuth
Thawaif (Raja Lokal) kemudian berseteru dan berperang satu sama lain
tanpa sebab yang jelas. Hanyalah karena ingin saling menguasai.
Kisah-kisah pengkhianatan, kisah-kisah perebutan puteri cantik dan
perebutan harta mewarnai semua perseteruan itu. Mereka tak sadar umat
Kristen telah mempersiapkan kekuatan untuk merebut kembali Spanyol.
Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang
bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat
kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil
inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun
kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana
mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari
satu istana ke istana lain.
IV. Periode Kekuasaan Dinasti-dinasti dari Maroko
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu.
Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah
ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan
dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan
digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun,
Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol
sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali
dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung tiga tahun.
Pada tahun 1146 M penguasa dinasti
Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun
didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke
Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M,
kota-kota muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah
kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak
kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan tetapi
tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan.
Pada tahun 1212 M, tentara Kristen
memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan
yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk
meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Keadaan
Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar. Yang pertama hancur adalah Toledo yang
jatuh pada tahun 1085 di mana Raja Al Qadir Adzdzunnuniyah menyerah
kepada Raja Leon Alfonso VII. Kemudian Mustansir al-Mudiayah menyerah
kepada Ramire II dari Aragon. Kerajaan Cordova yang terbesar di
Andalusia jatuh pada tahun 1236 dan Kerajaan kedua terbesar Sevilla
luluh-lantak dan takluk pada tahun 1248.
Masjid Cordova
Keruntuhan Cordova tidak saja diratapi
oleh Umat Islam, tetapi juga seorang penulis Kriten Stanley Lane Poole
dalam bukunya “The Mohammadan Dynasties” mengakui betapa mundurnya
peradaban Andalusia setelah runtuhnya kerajaan Islam Cordova. Pengakuan
dunia Kristen terhadap peradaban Islam Cordova dapat dibuktikan dengan
permintaan Inggris agar pemuda pemuda Inggris dapat menuntut ilmu di
Universitas Cordova. Surat Raja Inggris itu diterima oleh Sultan Hisyam
III yang berbunyi antara lain,
“Kami telah mendengar kemajuan Ilmu dan industri di Negara Paduka Yang Mulia. Karenanya kami bermaksud mengirim putera-puteri terbaik kami untuk menimba ilmu di Negara Paduka Yang Mulia agar ilmu pengetahuan tersebar ke negeri kami yang dikelilingi kebodohan dari empat penjuru. (Wajah Dunia Islam oleh Dr Muhammad Sayid al-Wakil).
V. Periode Keraajaan Granada
Sisa-sisa umat Islam di Andalusia itu masih dapat bertahan dan bangun kembali di Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Universitas Granada dan Istana Al Hambra yang termasyhur itu pun dibangun walau di tengah ancaman tentara musuh.
Sisa-sisa umat Islam di Andalusia itu masih dapat bertahan dan bangun kembali di Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Universitas Granada dan Istana Al Hambra yang termasyhur itu pun dibangun walau di tengah ancaman tentara musuh.
Sisa wilayah Islam tahun 1300 M
Istana Al-Hambra
Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan
terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana
dalam memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak
senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai
penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas
kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada
Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu
saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar
Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin
merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Muhammad Abdullah
IX tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada
akhirnya mengaku kalah. Akhirnya keemasan Granda Kerajaan Islam
terakhir di Andalusia setelah ratusan tahun memencarkan sinarnya ke
seluruh penjuru Eropa hilang dan sirna. Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M.
Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada
dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Umat Islam pun
terusir dengan pedihnya dari bumi Andalusia. Hanya yang mau meninggalkan
Islam (murtad) yang boleh tinggal. Yang tetap beriman kepada Allah
bersama Raja Abu Muhammad di persilahkan naik ke kapal dan berlayar
menuju Afrika Utara menyeberangi Selat Gibraltar. Kalau dulu Tariq
menyeberanginya dengan kepala tegak penuh semangat dan optimisme, namun
Abu Muhammad berlayar dengan sedih dan menundukkan kepala dengan penuh
keaiban. Tanggal 2 Januari 1492 itu tercatat sebagai pemurtadan
besar-besaran yang pernah terjadi dalam sejarah. Baik Cordova maupun
Granada hancur lebur bersama kitab-kitabnya berikut peradabannya. Pada
tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
Mengenai jatuhnya Granada yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan ini, ilmuwan sekelas Emmanuel Deutch berkomentar,
“Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.” (M. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam, hlm. 100)
Perkembangan Iptek (masih ngopi utuh2 dari artikelnya islamuda.com )
Membicarakan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Spanyol, tak bisa lepas dari kerja besar
pembangunan peradaban yang dilakukan para pembawa risalah Islam ke
kawasan Eropa itu. Tak bisa juga dipisahkan dari kajian etika serta
syari’at Islam yang didakwahkan para da’i. Itulah yang mendorong
semangat para ilmuwan Muslim Spanyol: Pengetahuan itu satu karena dunia
juga satu, dunia satu karena Allah juga satu. Prinsip “tauhid” semacam
ini yang menjadi koridor berpikir para ilmuwan muslim dalam
mengembangkan sains dan teknologi.
Tak mengherankan jika temuan-temuan para
ilmuwan muslim pada zaman ini sangat revolusioner. Jauh sebelum Wilbur
Wright dan Oliver Wright menemukan pesawat terbang pada abad 20, usaha
menemukan alat transportasi penerbangan sudah dilakukan oleh Abu Abbas
Al-Fernass. Bahkan ia sudah mencoba terbang, meski kendaraan yang
ditemukannya tak sempurna. Sayangnya, sejarah peradaban dunia Islam yang
berbasis di Andalusi, Spanyol itu, tak terekam oleh Barat. Sementara
catatan-catatan sejarah Islam, ditutup rapat untuk tak dijadikan
referensi.
-http://en.wikipedia.org/wiki/Timelinorang pertama yang
memperkenalkan teknik pembedahan manusia. Az-Zahrawi yang lahir dekat
Cordova pada 936 Masehi, dikenal sebagai penyusun ensiklopedi pembedahan
yang karya ilmiahnya itu dijadikan referensi dasar bedah kedokteran
selama ratusan tahun. Sejumlah universitas, termasuk yang ada di Barat,
menjadikannya sebagai acuan.
Demikian halnya kontribusi ilmuwan Islam
di bidang astronomi. Adalah Az-Zarqalli, astronom muslim kelahiran
Cordova yang pertama kali memperkenalkan astrolabe. Yaitu suatu
instrumen yang digunakan untuk mengukur jarak sebuah bintang dari
horison bumi. Penemuan ini menjadi revolusioner karena sangat membantu
navigasi laut. Dengan demikian, transportasi pelayaran berkembang pesat
selepas penemuan astrolabe. Sementara pakar geografi, Al-Idrisi, yang
lahir di Ceuta pada 1099 Masehi, setelah menuntut ilmu di Cordova juga
menemukan dan memperkenalkan teknik pemetaan dengan metode proyeksi.
Suatu metode yang sama dengan yang dikembangkan Mercator, empat abad
kemudian.
Eropa Berhutang Budi Temuan sains dan
teknologi, serta kajian filsafat Muslim Spanyol, mengalir ke seluruh
kawasan ibarat mengairi kekeringan kehidupan intelektual Eropa. Para
pelajar dari Eropa Barat memenuhi perpustakaan-perpustakaan serta
kampus-kampus perguruan tinggi yang dibangun oleh ilmuwan muslim di
sana. Pola pendidikan yang dikembangkan para ilmuwan muslim di sana,
sungguh memikat para pelajar dari Eropa. Dalam kitabnya yang berjudul
Muqaddimah, ulama Muslim terkemuka Ibnu Khaldun menilai metode
pendidikan yang dikembangkan saat itu sebagai “Mengarahkan seseorang
untuk mengerti sesuatu melalui apa yang dikerjakannya”. Secara sederhana
Ibnu Khaldun menyebutnya sebagai “Metode belajar dengan hati” atau
“Learning by doing” dalam bahasa kita sekarang.
Kondisi inilah yang mencerahkan paradigma
berpikir orang-orang Eropa. Menurut Montgomery, cukup beralasan jika
kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses
regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi
“dinamo”nya, Barat bukanlah apa-apa. Inilah yang sesungguhnya menjadi
momentum Eropa memasuki masa Renaissance. Pada abad sembilan, demikian
Montgomery, Universitas Cordoba menjadi gerbang Eropa memasuki zaman
pencerahan. Sayangnya orang-orang Eropa merasa pencerahan mereka berawal
pada abad enam belas dari Florence di Italy.
Yaitu pada saat pemimpin Eropa bersepakat
‘meninggalkan’ agama dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan apa
yang disebut sekularisme. Akibatnya, keagungan peraaban Islam yang
dibangun di Spanyol berakhir dengan tragis. Yaitu pada saat penguasa di
sana menghancurkan semua karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tidak
hanya karya-karyanya yang dimusnahkan, para ilmuwannya pun disingkirkan.
Ibnu Massarah diasingkan, Ibnu Hazm diusir dari tempat tinggalnya di
Majorca, kitab-kitab karya Imam Ghazali dibakar, ribuan buku dan naskah
koleksi perpustakaan umum al Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Ibnu
Tufail, Ibnu Rushdy disingkirkan. Nasib yang sama, juga dialami Ibnu
Arabi.
Akhirnya, kebijakan bumi hangus tersebut
telah menyebabkan kesulitan merekonstruksi perjalanan sejarah Islam di
Sevila, Cordoba, dan Andalusia sebagai bukti keagungan peradaban Islam
di Spanyol tidak bias dipungkiri, meski kemudian sirna dihancurkan dalam
Perang Salib.
Referensi tulisan ini diambil dari beberapa sumber di internet:
-http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html
-http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/10/1/pustaka-159.html
Tulisan ini masih belum selesai disusun
sih tapi sudah setengah jadi ya saya terbitkan dulu saja, jika kira2 ada
kesalahan dalam tulisan ini silakan dikoreksi. Kebenaran datangnya dari
Allah, sedangkan kesalahan datangnya dari syaitan dan kehilafan saya.
Update: Sebuah tulisan dari buku “Sorotan Total Ulama Salaf: Koreksi Terhadap Hadits-hadits, Filosof, Sastrawan, Kisah, dan Kitab-kitab Populer”
yang ditulis oleh Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan yang mengomentari
kisah heroik “Thariq bin Ziyad Membakar Perahu-perahu”, berikut saya
lampirkan sebagai pembanding:
Sebagian ahli sejarah berpendapat batalnya riwayat yang menyebutkan, bahwa Thariq membakar perahu dan mereka beralasan dengan dalil-dalil berikut ini:
- Sesungguhnya berita tentang pembakaran, tidak seorangpun yang menyebutkan baik dari tentaranya Thariq bin Ziyad atau orang yang hidup semasa dengannya, akan tetapi pernyataan ini dikatakan setelah meninggalnya Thariq bin Ziyad berabad-abad lamanya.
- Thariq tidak mengatakan “sesungguhnya aku telah membakar perahu-perahu atau memerintahkan hal itu, akan tetapi sebagian mutaakhirin (generasi belakangan ini) memahami hal itu dari khutbahnya yang disampaikan yang berbunyi
“wahai sekalian manusia dimana tempat kamu lari? lautan dibelakang kalian dan musuh di depan kalian”lalu mereka memahami dari perkataan ini, bahwa laut di belakang mereka dan tidak ada sarana untuk membawa mereka kepada musuh yang menyerang dari arah barat, ini adalah pemahaman yang keliru pada hakekatnya perahu-perahu itu bukan milik Thariq, bagaimana mungkin dia bertindak sekehendak hatinya.- Tidak seorang pun dari pemimpinnya menghukum Thariq (atas tindakannya), baik itu pemimpin umum Musa bin Nushair atau Khalifah al-Walid bin Abdul Malik
- Apakah tidak mungkin bagi Thariq kalau dia menyuruh (membiarkan) perahu-perahu lalu mendatangi musuh dari arah barat lalu dia mampu meraih kemenangan sedang itu lebih utama daripada dia harus membakarnya dan merugikan muslimin
- Apakah Thariq tidak mengharapkan bantuan? dan inilah yang terjadi, lalu dengan alat apa bantuan ini dapat diangkut? pada dasarnya bantuan ini dapat diangkut dengan perahu-perahu tersebut.
- Dari mana Musa bin Nushair bisa membawa perahu-perahu yang mengangkutnya ke Andalus bersama sisa pasukannya ketika dia khawatir akan nasib muslimin yang masuk terlalu jauh ke dalam Andalus? sungguh proses pemindahan itu bersandarkan pada perahu itu sendiri.
- Tidak mungkin bagi pemimpin yang berpandangan jauh seperti Thariq tidak memikirkan masa yang akan datang lalu membiarkan pasukannya yang kecil di negara Andalus yang sangat luas. Andalus di belakangnya Eropa, negara yang senantiasa ingin menikan dan dengki serta menunggu kesempatan untuk menerkamnya.
- Dengan membakar perahu-perahu itu, bukan merupakan cara yang tepat untuk membangkitkan semangat pada diri kaum muslimin. Sungguh mereka telah mengetahui, bahwa tujuan jihad adalah salah satu dari dua kebaikan (yaitu mendapat kemenangan atau mati syahid).
- Pembakaran perahu itu tidak banyak berguna tatkala hal ini menimbulkan efek samping negatif dalam jiwa muslimin.
Sesudah membawakan dalil-dalil ini, peneliti sampai pada sebuah kesimpulan yaitu “kalau begitu, Thariq tidak membakar perahu-perahu dan perahu-perahu tersebut masih tetap ada pada orang-orang muslim (pasukannya), dan bantuan ke Andalus dapat disalurkan melalui perahu-perahu tersebut dan pemimpin mereka bersama sisa pasukan dapat pergi ke Andalus dengan perahu tersebut juga.
Masalah pembakaran perahu-perahu adalah perkara yang dibuat-buat oleh sebagian mereka untuk memunculkan ruh pengorbanan dan keberanian dari Thariq. Mereka yang mensponsori berita ini adalah mereka yang mempunyai target-target kedepan dalam memotivasi umat Islam agar menyelisihi islam dan melakukan aksi tanpa perhitungan, dan melarang kaum muslimin dalam memakai peralatan-peralatan canggih dalam berperang dan kalaupun menggunakannya tanpa batas dan memusnahkannya. [Mafhumat Asasiyah fi at-Tarikh al-Islami ditulis oleh Mahmud Syakir, majalah al-Faishal no.163, at-Tarikh al-Andalusi oleh Dr. al-Haji, hal.62, lihat buku "Qishashu La Tatsbut" oleh Masyur Hasan, hal.95-109]
Terima kasih telah membaca artikel tentang Menyusuri Jejak Islam di Andalusia di blog Islamic Information jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.